Tuesday, August 26, 2008

KUNCI MENUJU KEPEMIMPINAN PASAR JANGKA-PANJANG

Pertanyaan tentang apa yang menentukan keberhasilan dari perusahaan-perusahaan sukses yang berumur panjang, diajikan dalam studi enam tahun yang dilakukan Collins dan Porras yang disebut Built to Last. Para peneliti dari Stanford mengidentifikasi dua perusahaan dalam masing-masing 18 industri, yang satunya mereka sebut “perusahaan visioner” dan yang lainnya “perusahaan pembanding.” Perusahaan-perusahaan visioner diakui sebagai pemimpin industri dan dikagumi secara luas; mereka menetapkan tujuan yang ambisius, mengkomunikasikan mereka dengan karyawan mereka, dan mencakup satu tujuan yang lebih jauh dari sekedar menghasilkan uang. Mereka juga jauh dari berprestasi ketimbang perusahaan pembanding. Perusahaan-perusahaan visioner mencakup General Electric, Hewlett-Packard, dan Boeing; perusahaan-perusahaan pembanding adalah Westinghouse, Texas Instrument, dan McDonnell Douglas.

Pengarang menemukan tiga kesamaan di antara 18 pemimpin pasar. Pertama, masing-masing perusahaan visioner memiliki perangkat nilai yang mencolok dan mereka tak pernah menyimpang dari nilai tersebut. Dengan demikian, IBM berpegang pada prinsip-prinsip tentang respek terhadap individu, kepuasan pelanggan, dan perbaikan mutu terus menerus di sepanjang sejarhnya; dan Johnson & Johnson berpegang pada prinsip yang tanggung jawab pertamanya adalah terhadap pelanggannya, kedua kepada karyawan, ketiga kepada masyarakatnya dan keempat pada pemegang saham. Kesamaan kedua adalah bahwa perusahaan visioner mengekspresikan tujuan mereka dalam istilah-istilah yang jelas. Xerox ingin meningkatkan “produktivitas kantor” dan Monsanto ingin “membantu mengakhiri, kelaparan di dunia.” Menurut Collins dan Porras, tujuan inti dari perusahaan seharusnya tidak dikacaukan dengan tujuan atau strategi bisnis spesifik dan seharusnya bukan hanya satu gambaran tentang lini produk perusahaan. Kesamaan ketiga adalah bahwa perusahaan visioner telah mengembangkan satu visi masa depan mereka dan bertindak untuk mengimplementasikannya. IBM telah dan berfungsi dengan baik dalam membangun kepemimpinan sebagai satu perusahaan “pusat jaringan” dan tidak sekedar pembuat komputer.

Dalam buku berikutnya, Good to Great, Collins menyajikan kajian tambahan tentang bagaimana cara mempertahankan kepemimpinan. Dia mendefinisikan transisi “baik-ke-besar” sebagai periode 10 tahun yang tandus disusul dengan 15 tahun peningkatan laba. Setelah menguji setiap perusahaan yang pernah masuk Fortune 500—jumlahnya hamper 1400—dia menemukan 11 yang memenuhi criteria: Abbott, Circuit City, Fannie Man, Gillette, Kinerly-Clark, Kroger, Nucor, Philip Morris, Pitney Bower, Waigreen, dan Wells Fargo. Setelah mengkonsenrasikan lagi ke 11 perusahaan ini dengan perusahaan-perusahaan pembanding yang tepat, bisa ditarik beberapa konklusi yang jelas. Walaupun semua perusahaan yang berhasil menjadi besar merupakan industri-industri yang mirip, dia menemukan bahwa melakukan peralihan dari baik ke besar tidak menuntut seorang CEO hebat dari luar, teknologi yang canggih, atau strategi bisnis yang dari dirinya sendiri disusun secara cermat. Sebaliknya, yang ditemukan sebagai kunci adalah budaya perusahaan yang mengidentifikasi dan mempromosikan orang-orang yang disiplin untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang disiplin. Yang paling efektif adalah para pemimpin yang memiliki paduan kerendahan hati pribadi dan keterpaduan profesi perusahaan-perusahaan yang beralih dari baik ke besar didorong oleh nilai dan tujuan inti yang jauh lebih besar dari sekedar menghasilkan uang.

Pertanyaan tentang apa yang menentukan keberhasilan dari perusahaan-perusahaan sukses yang berumur panjang, diajikan dalam studi enam tahun yang dilakukan Collins dan Porras yang disebut Built to Last. Para peneliti dari Stanford mengidentifikasi dua perusahaan dalam masing-masing 18 industri, yang satunya mereka sebut “perusahaan visioner” dan yang lainnya “perusahaan pembanding.” Perusahaan-perusahaan visioner diakui sebagai pemimpin industri dan dikagumi secara luas; mereka menetapkan tujuan yang ambisius, mengkomunikasikan mereka dengan karyawan mereka, dan mencakup satu tujuan yang lebih jauh dari sekedar menghasilkan uang. Mereka juga jauh dari berprestasi ketimbang perusahaan pembanding. Perusahaan-perusahaan visioner mencakup General Electric, Hewlett-Packard, dan Boeing; perusahaan-perusahaan pembanding adalah Westinghouse, Texas Instrument, dan McDonnell Douglas.

Pengarang menemukan tiga kesamaan di antara 18 pemimpin pasar. Pertama, masing-masing perusahaan visioner memiliki perangkat nilai yang mencolok dan mereka tak pernah menyimpang dari nilai tersebut. Dengan demikian, IBM berpegang pada prinsip-prinsip tentang respek terhadap individu, kepuasan pelanggan, dan perbaikan mutu terus menerus di sepanjang sejarhnya; dan Johnson & Johnson berpegang pada prinsip yang tanggung jawab pertamanya adalah terhadap pelanggannya, kedua kepada karyawan, ketiga kepada masyarakatnya dan keempat pada pemegang saham. Kesamaan kedua adalah bahwa perusahaan visioner mengekspresikan tujuan mereka dalam istilah-istilah yang jelas. Xerox ingin meningkatkan “produktivitas kantor” dan Monsanto ingin “membantu mengakhiri, kelaparan di dunia.” Menurut Collins dan Porras, tujuan inti dari perusahaan seharusnya tidak dikacaukan dengan tujuan atau strategi bisnis spesifik dan seharusnya bukan hanya satu gambaran tentang lini produk perusahaan. Kesamaan ketiga adalah bahwa perusahaan visioner telah mengembangkan satu visi masa depan mereka dan bertindak untuk mengimplementasikannya. IBM telah dan berfungsi dengan baik dalam membangun kepemimpinan sebagai satu perusahaan “pusat jaringan” dan tidak sekedar pembuat komputer.

Dalam buku berikutnya, Good to Great, Collins menyajikan kajian tambahan tentang bagaimana cara mempertahankan kepemimpinan. Dia mendefinisikan transisi “baik-ke-besar” sebagai periode 10 tahun yang tandus disusul dengan 15 tahun peningkatan laba. Setelah menguji setiap perusahaan yang pernah masuk Fortune 500—jumlahnya hamper 1400—dia menemukan 11 yang memenuhi criteria: Abbott, Circuit City, Fannie Man, Gillette, Kinerly-Clark, Kroger, Nucor, Philip Morris, Pitney Bower, Waigreen, dan Wells Fargo. Setelah mengkonsenrasikan lagi ke 11 perusahaan ini dengan perusahaan-perusahaan pembanding yang tepat, bisa ditarik beberapa konklusi yang jelas. Walaupun semua perusahaan yang berhasil menjadi besar merupakan industri-industri yang mirip, dia menemukan bahwa melakukan peralihan dari baik ke besar tidak menuntut seorang CEO hebat dari luar, teknologi yang canggih, atau strategi bisnis yang dari dirinya sendiri disusun secara cermat. Sebaliknya, yang ditemukan sebagai kunci adalah budaya perusahaan yang mengidentifikasi dan mempromosikan orang-orang yang disiplin untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang disiplin. Yang paling efektif adalah para pemimpin yang memiliki paduan kerendahan hati pribadi dan keterpaduan profesi perusahaan-perusahaan yang beralih dari baik ke besar didorong oleh nilai dan tujuan inti yang jauh lebih besar dari sekedar menghasilkan uang.

Sumber : Kotler "Manajemen Pemasaran, Bab 2 hal 53

No comments: